My Quote

“It is better to Light a Candle than to Curse the Darkness
by Eleanor Roosevelt

10/13/2015

Program "Bela Negara" RI??


Dokumentasi Pelaksanaan Program Wajib Militer di Korea Selatan
(http://www.snipview.com/q/Conscription_in_South_Korea)

"Menteri Pertahanan  Ryamizard Ryacudu mengatakan saat ini kecintaan terhadap Tanah Air kurang begitu dimiliki oleh generasi muda. Selain itu, generasi muda juga kurang mendalami mengenai wawasan kebangsaan." 
"Ryamizard ingin agar para generasi muda kembali memiliki rasa cinta Tanah Air dan punya wawasan kebangsaan yang luas. Oleh karena itu Kementerian Pertahanan membentuk kader Bela Negara yang dapat menciptakan kedisiplinan dan juga menumbuhkan rasa kecintaan terhadap Indonesia yang lebih besar.
"Pembentukan kader Bela Negara ini akan dibuka serentak pada tanggal 19 Oktober 2015 di 45 kabupaten/kota di Indonesia. Presiden Jokowi dijadwalkan akan membuka langsung acara ini.” 
(yds/slm, 2015, dari http://news.detik.com/berita/3041987/presiden-jokowi-akan-buka-bela-negara-serentak-di-45-kota-19-oktober).

Mengutip dari beberapa infromasi dari halaman website berita online, detiknews yang Penulis akses pada tanggal 13/10/2015 menjabarkan bahwa adanya rencana dari Pemerintah RI berupa program Bela Negara yang akan dibuka secara serentak di beberapa tempat di Nusantara pada tanggal 19 Oktober 2015.
Beberapa informasi yang Penulis dapatkan dari beberapa website berita online pun menjabarkan secara terperinci mengenai rencana progam pemerintah ini. Beberapa hal yang menarik dari rencana ini, yaitu:


----((1))----
"Program Bela Negara bukanlah program Wajib Militer (WaMil), namun merupakan program yang wajib bagi semua warga sipil tanpa adanya batasan umum."

Seperti yang dikatakan oleh Menhan, Ryamizard Ryacudu yang dikutip pada halaman website Merdeka.com (http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-beda-bela-negara-di-ri-dengan-wajib-militer-korsel-singapura.html) menegaskan bahwa program Bela Negara bukanlah program WaMil seperti yang diberlakukan pada Korea Selatan dan Singapura. Program ini pada dasarnya lebih mengenalkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air yang meliputi materi pemahaman empat pilar negara, sistem pertahanan semesta dan pengenalan alutsista TNI (Tentara Nasional Indonesia), lima nilai cinta tanah air, sadar bangsa, rela berkorban, dan Pancasila sebagai dasar negara.

Jika mengacu beberapa informasi tambahan dari Ryamizard Ryacuda seperti yang dikutip pada halaman website detiknews (http://news.detik.com/berita/3041975/menhan-bela-negara-beda-dengan-wajib-militer) menjelaskan bahwa Bela Negara merupakan program yang wajib diikuti oleh warga sipil untuk semua profesi pekerjaan dan tanpa adanya batasan umum yang mana akan disesuaikan dengan porsi materinya.

Namun, dari pencarian beberapa sumber mengenai program Bela Negara ini, Penulis mendapatkan salah satu artikel yang membahas mengenai program ini pada tanggal 12/8/2015 pada halaman website berita Kompas.com (http://nasional.kompas.com/read/2015/08/12/21464011/Menhan.Targetkan.Rekrut.100.Juta.Kader.Bela.Negara) yang mana, Ryamizard menyatakan bahwa “Saya harapkan 10 tahun ke depan sudah ada 100 juta kader bela negara. Kader-kader bela negara bertugas melakukan pertahanan negara jika sewaktu-waktu negara mendapat ancaman, baik nyata maupun belum nyata”.

Dengan membaca artikel tersebut, maka secara langsung memberikan makna bahwa program ini pun akan tetap memberikan pendidikan dan pelatihan militer bagi warga sipil selayaknya materi untuk mempersiapkan warga sipil menjadi tentara tambahan jikalau ada tindakan yang mengancam kedaulatan RI (sesungguhnya mengenai prihal kewajiban untuk membela negara pun sejalan denga isi dari UUD (Undang – Undang Dasar) 1945 pasal 30 mengenai kewajiban sebagai warga negara RI).


----((2))----
"Pelaksanaan program yang waktunya relatif lebih singkat." 

Pada halaman website yang sama dijabarkan bahwa program Bela Negara ini memiliki waktu program selama sebulan. Hal ini tentu sangat berbeda dengan beberapa program WaMil, contohnya saja Korea Selatan yang mewajibkan warga sipilnya untuk ikut serta selama dua tahun.


----((3))----
“Program ini sejalan dengan semangat revolusi mental oleh Presiden Joko Widodo.”

Penulis mengutip beberapa informasi dari halaman website berita online Kompas.com (http://nasional.kompas.com/read/2015/10/12/22334911/Menko.Polhukam.Akan.Koreksi.Program.Bela.Negara) yang menyatakan bahwa menurut Luhut Binsar Pandjaitan, selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyatakan dukungannya terhadap progam Bela Negara karena dinilai sesuai dengan semangat revolusi mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo.


----((4))----
“Program ini akan diluncurkan serentak di beberapa kota/kabupaten di Indonesia pada tanggal 19 Oktober 2015.” 

Pelaksanaan program ini akan dimulai serentak dalam beberapa hari lagi, sedangkan program ini sangat kompleks untuk segera direalisasikan.



Dengan mengacu dari 4 (empat) poin informasi sederhana tersebut, menurut Penulis terkait mengenai program ini tentu tidak saja mengarah kepada pendidikan dan pelatihan yang bersifat konseptual dan nalar berpikir akan rasa nasionalisme dan cinta tanah air saja, namun juga adanya beberapa materi yang mengarahkan warga sipil untuk dipersiapkan selayaknya tentara cadangan bagi negara.

Terlepas dari kewajiban sebagai warga negara yang tertuang pada UUD 1945, Penulis mencoba mengkaitkannya dengan program WaMil yang telah diterapkan oleh beberapa negara. Sebut saja negara Korea Selatan yang mewajibkan warga sipilnya untuk ikut serta dalam progam WaMil selama 2 (dua) tahun dengan masa pelatihan yang diberikan selayaknya pelatihan militer. Hal ini pun senada dengan negara AS (Amerika Serikat) yang memiliki sejarah panjang mengenai penerapan WaMil bagi warga sipil, namun dimasa sekarang program WaMil berubah menjadi program tentara sukarela, seperti yang dikutip pada halaman website TeacherVision (https://www.teachervision.com/us-history/resource/5669.html).

Menurut Penulis, dari berbagai penjabaran yang ada pada media online tentang program Bela Negara ini, pada dasarnya tetaplah selayaknya program WaMil yang juga diterapkan diberbagai negara, namun dengan porsi materi militer yang lebih sedikit dan tetap menonjolkan adanya Revolusi Mental pada program ini. Jika Penulis mencoba melihat dari sudut pandang "ala militer", tentu hal ini merupakan trobosan yang sungguh baik. Mengapa? karena dengan adanya pembagian porsi yang disesuaikan dengan kondisi negara ini menjadi tanda bahwa adanya penerimaan feedback yang baik dari masyarakat yang mana dulu sempat menjadi perdebatan panjang akan pembahasan rencana WaMil dibeberapa waktu yang silam.

Disisi lain, Penulis cukup antusian dengan program ini, mengingat banyaknya kasus di masyarakat yang memperlihatkan bagaimanan rendahnya semangat kebangsaan, nasionalisme, dan patriotisme dalam kehidupan bermasyarakat. Penulis ambil contoh saja, saat beberapa pihak melakukan demonstrasi atau ujuk rasa kepada pemerintah, maka tak jarang ada beberapa orang yang mencoret – coret, membakar, dan menginjak – injak bendera merah putih, bahkan ada peristiwa dimana bendera merah putih diikatkan pada ujung bambu yang kemudian digunakan untuk alat saling serang saat berdemo.



Aksi Coret - Coret Bendera Merah Putih Oleh Para Pendaki Gunung
(edit oleh Penulis dari http://assets-a2.kompasiana.com/items/album/2015/07/29/11227904-951659304856211-4019985195985679888-n-55b8356dce9273a7215975d3.jpg?t=o&v=760)



Aksi Coret - Coret Bendera Merah Putih Di Kalangan Pelajar 
Saat Suasana Euforia Kelulusan Berlangsung
(http://media.infospesial.net/image/p/2015/06/pelajar-smp-konvoi-kelulusan-coret-bendera-merah-putih-ditahan-a2a5.jpg)


Memang dalam merespon masalah tersebut tidak bisa hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, namun terkait akan jargon Pak Presiden, Joko Widodo mengenai Revolusi Mental, yang mana tertuang dalam Visi dan Misi Beliau pada poin ke-8 (delapan), yaitu “Kami akan melakukan revolusi karakter bangsa”, sehingga dapat dikatakan bahwa akan adanya langkah – langkah untuk melakukan perubahan yang relatif cepat dalam berpikir dan bertindak dalam masyarakat terkait akan karakter bangsa. Dengan kata lain, program Bina Negara dapat menjadi salah satu program unggulan dari jargon Revolusi Mental. Akan tetapi, jika kita mencoba untuk menelaah kembali mengenai program Bela Negara ini, yang mana program ini merupakan proyek jangka panjang dan akan berdampak pada semua lapisan di masyarakat (tua, muda, kaya, miskin tetap akan ikut serta dalam program ini), maka ada baiknya perlu dilakukannya pengkajian yang lebih dalam mempersiapkan hal ini.

Mengapa? 

Karena yang namanya proses pendidikan dan pelatihan itu berbicara akan proses transfer knowledge dari pihak yang dikatakan sebagai pengajar kepada pihak yang akan diajar, sehingga tidak serta merta program ini diselenggarakan begitu saja, namun perlunya pembahasan mengenai kurikulum (materi dan metode) yang akan digunakan. Dengan begitu, dalam waktu yang relatif singkat para peserta dapat memahami dan mengimplementasikan berbagai materi yang disampaikan.

Para pengajar tentu perlunya standar kualifikasi tertentu (jika memungkinkan adanya training khusus yang diselenggarakan pemerintah), sehingga tidak adanya missed concept dari content yang sesungguhnya

Serta adanya petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis) seperti apakah yang akan diterapkan, seperti apakah langkah – langkah sosialisasi dari program ini kepada masyarakat, fasilitas yang akan digunakan tentu saja harus disesuaikan dengan kurikulum yang akan diterapkan kepada para peserta, lalu seberapa siapakah fasilias tersebut untuk mampu memenuhi total goal untuk target peserta yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk program ini tiap bulannya, bagaimana bentuk pertanggung jawaban bahwa program ini telah berhasil? Apakah hanya melihat dari sisi kuantitas kelulusan saja? Ataukah perlu penjabaran aspek – aspek lainnya, kemudian bentuk follow up seperti apa selanjutnya dari program Bela Negara ini yang akan dilakukan oleh pemerintah serta pihak – pihak terkait, dan banyak hal lainnya, sehingga Penulis merasa perlu adanya pertimbangan dalam mengagas program ini.

Pembuatan grand design yang dilakukan oleh pemerintah beserta pihak – pihak terkait diperlukannya suatu kejelasan, realistis, dan tepat arah dengan kondisi masyarkat Indonesia yang majemuk, sehingga ada baiknya tetap berkonsultasi kepada stakeholder terkait dalam perancangan hingga implementasi dari program ini.

Penulis telah menjabarkan bahwa program ini memiliki jangka waktu yang panjang dan berdampak langsung kepada seluruh lapisan di masyarakat, sehingga jika boleh dibandingkan dengan program lain, yaitu UN (Ujian Nasional), maka tentu program Bela Negara ini akan lebih kompleks dari pada UN yang diselenggarakan setiap tahunnya. Hal ini dikarena berbagai macam ketentuan dari pemerintah yang telah diliput berbagai media mengenai perencaaan dari program ini, sehingga perlunya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat untuk menyukseskan pelaksanaan dari program Bela Negara ini.


"You can have peace. 
Or you can have freedom. 
Don’t ever count on having both at once."

by Robert A. Heinlein


Thank you :)
May God bless you..

2 comments:

  1. good article, perlunya kesadaran diri masyarakat Indonesia tentang nasionalisme yang sesungguhnya dari mulai hal yang terlihat sepele

    ReplyDelete
  2. Ya Pak Budi.. Betul..
    Sesungguhnya saya rasa tidak perlu juga harus ada program begini..
    "Kembali lagi kepada kesadaran masyarakat"..
    Namun dengan kondisi masyarakat Indonesia yang majemuk ini, kadang pemerintah perlu memutar otak yang direalisasikan dalam bentuk program2, sehingga dengan harapan masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya rasa nasionalisme itu. :)

    ReplyDelete